Sifat amilografi berkaitan pengukuran viskositas pati dengan kosentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan. Sifat amilografi tepung dapat di analisis menggunakan alat Rapid Vosco Analyzer (RVA). RVA adalah viskometer yang dilengkapi dengan sistem pemanas dan pendingin untuk mengukur resistensi sampel pada pengadukan terkontrol.
Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu awal gelatinisasi atau pasting temperature (PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai naik atau awal terbentuknya viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air. Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukan pati tergelatinisasi.
Viskositas pasta panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu di pertahankan 95 derajat celcius. Perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih antara PV dan TV atau menunjukan ke stabilan viskositas terhadap panas. Viskositas pasta dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50 derajat celcius. Perubahan viskositas selama pendinginan atau setback, yaitu selisih antara FV dengan TV atau menunjukan kemampuan untuk meretrogradasi.
Suhu gelatinisasi atau suhu pembentukan pasta adalah suhu pada saat mulai terjadi kenaikan viskositas suspensi pati bila dipanaskan. Suhu tersebut dinamakan suhu awal gelatinisasi (SAG). Apabila suhu terus meningkat, akan terjadi peningkatan gelatinisasi maksimum. Peristiwa gelatinisasi terjadi karena adanya, pemutusan ikatan hidrogen sehingga ari masuk ke dalam granula pati dan mengakibatkan pengembangan granula.
Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap air atau dapat terlihat denga mulai dengan meningkatkan viskositas. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dengan semakin tingginya suhu menyebabkan granula pati lebih resisten terhadap panas, sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi lagi untuk mulai tergelatinisasi.
Secara miskroskopik perubahan granula pati selama pemasakan berlangsung cepat dan melalui 3 tahap. Tahap pertama pada air dingin akan terjadi penyerapan air sampai kira-kira 5-30% yang bersifat revesible. Tahap kedua terjadi pada suhu sekitar 60%C ketika granula pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak sehingga bersifat irreversible. Sedangkan pada tahap ketiga terjadi, pengembangan granula yang lebih besar lagi dan amilosa keluar dari granula pati terdispersi ke dalam larutan hingga akhirnya granula pati pecah. Makin banyak amilosa keluar dari granula pati akan lebih banyak terdispersi ke dalam larutan sehingga daya larut pati makin tinggi.
Viskositas maksimum merupakan viskositas pasta yang dihasilkan selama pemanasan. Peningkatan penggelembungan granula oleh pengaruh panas akan meningkatkan viskositas pasta suspensi pati sampai mencapai tingkat pengembangan maksimum atau viskositas maksimum (VM) yaitu viskositas puncak pada saat terjadi gelatinisasi sempurna. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka viskositas pasta makin tinggi dan akhirnya akan menurun kembali setelah pecahnya granula pati.
Suspensi pati bila dipanaskan, granula-granula akan menggelembung karena meyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinisasi dan mengakibatkan terbentuknya pasta yang di tandai dengan kenaikan viksositas pasta. Kenaikan viskositas ini di sebabkan oleh terjadinya penggelembungan granula pati khususnya amilosa. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta tercapai, kemudian viskositas menurun akibat gaya ikatan granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinisasi menjadi berkurang oleh pemanasan yang tinggi dan pengadukan yang keras. Selain itu struktur granula pati juga pecah sehingga menyebabkan penurunan viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta rendah. Pati ganyong yang termodifikasi dengan perlakuan 3.4 dan 5 siklus pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang mengalami penurunan nilai viskositas puncak.
Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam RVA di lanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi lebih rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya menurun akibat terjadinya amylose leaching. Penurunan tersebut terjadi pada pemanasan suhu suspensi 95 derajat celcius yang di pertahankan selama 10 menit. Nilai penuruna viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95 derajat celcius selama 10 menit disebut dengan breakdown viscosity.
Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas. Pati ganyong termodifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang mengalami penurunan nilai breakdown dari tiap siklusnya. Menurut Beta dan Corke (2001) dan Panikulata (2008) breakdown viscosity berhubungan dengan kstabilan pasta pati selama proses pemanasan. Breakdown viscosity merupakan ukuran kemudahan pati yang di masak untuk mengalami disintegrasi. Besarnya breakdown viscosity menunjukan bahwa granula-granula tepung yang telah membengkak secara keselurahan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses pemansan. Semakin rendah breakdown viscosity maka pati semakin stabil pada kondisi panas dan diberikan gaya mekanis (shear).
Menurut Hoover et al. (1993) dalam pukkahuta et al. (2007) bahwa penurunan viskositas puncak dan viskositas breakdown di duga karena meningkatnya keteraturan matrik kristalin dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang menurunkan kapasitas pembengkakan granula dan memperbaiki stabilitas pasta selama pemanasan. Nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati didinginkan di sebut setback viscosity. Nilai setback viscosity di peroleh dengan menghitung selisih antara viskositas pasta dingin dengan viskositas pasta panas. Kenaikan viskositas pati yang terjadi disebabkan oleh retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolkuler. Beta et al (2001) menyatakan bahwa setback viscosity merupakan ukuran dari rekristalisasi pati tergelatinisasi selama pendinginan. Laju kristalisasi tergantung dari beberapa variabel yaitu rasio amilosa dan amilopektin suhu, konsentrasi pati, dan keberadaan dari bahan organik dan anorganik.
Semakin tinggi nilai setback maka menunjukan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) lama pendinginan. Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi. Hal tersebut di dasarkan pada pengertian retrogradasi yaitu terbentuknya jaringan mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula setelah pasta didinginkan. Pati ganyong termodifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang memiliki nilai setback yang lebih rendah dibandingkan dengan pati ganyong alami.
Beberapa sifat adonan yang dapat dilihat dari kurva hasil pengukuran menggunakan RVA antara lain suhu awal gelatinisasi atau pasting temperature (PT), yaitu suhu pada saat kurva mulai naik atau awal terbentuknya viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air. Viskositas puncak atau peak viscosity (PV), yaitu viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukan pati tergelatinisasi.
Viskositas pasta panas atau trough viscosity (TV) yaitu viskositas pada saat suhu di pertahankan 95 derajat celcius. Perubahan viskositas selama pemanasan atau breakdown, yaitu selisih antara PV dan TV atau menunjukan ke stabilan viskositas terhadap panas. Viskositas pasta dingin atau final viscosity (FV) yaitu viskositas pada saat suhu dipertahankan 50 derajat celcius. Perubahan viskositas selama pendinginan atau setback, yaitu selisih antara FV dengan TV atau menunjukan kemampuan untuk meretrogradasi.
Suhu gelatinisasi atau suhu pembentukan pasta adalah suhu pada saat mulai terjadi kenaikan viskositas suspensi pati bila dipanaskan. Suhu tersebut dinamakan suhu awal gelatinisasi (SAG). Apabila suhu terus meningkat, akan terjadi peningkatan gelatinisasi maksimum. Peristiwa gelatinisasi terjadi karena adanya, pemutusan ikatan hidrogen sehingga ari masuk ke dalam granula pati dan mengakibatkan pengembangan granula.
Suhu awal gelatinisasi merupakan suhu dimana granula pati mulai menyerap air atau dapat terlihat denga mulai dengan meningkatkan viskositas. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dengan semakin tingginya suhu menyebabkan granula pati lebih resisten terhadap panas, sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi lagi untuk mulai tergelatinisasi.
Secara miskroskopik perubahan granula pati selama pemasakan berlangsung cepat dan melalui 3 tahap. Tahap pertama pada air dingin akan terjadi penyerapan air sampai kira-kira 5-30% yang bersifat revesible. Tahap kedua terjadi pada suhu sekitar 60%C ketika granula pati mulai mengembang dan menyerap air dalam jumlah banyak sehingga bersifat irreversible. Sedangkan pada tahap ketiga terjadi, pengembangan granula yang lebih besar lagi dan amilosa keluar dari granula pati terdispersi ke dalam larutan hingga akhirnya granula pati pecah. Makin banyak amilosa keluar dari granula pati akan lebih banyak terdispersi ke dalam larutan sehingga daya larut pati makin tinggi.
Viskositas maksimum merupakan viskositas pasta yang dihasilkan selama pemanasan. Peningkatan penggelembungan granula oleh pengaruh panas akan meningkatkan viskositas pasta suspensi pati sampai mencapai tingkat pengembangan maksimum atau viskositas maksimum (VM) yaitu viskositas puncak pada saat terjadi gelatinisasi sempurna. Makin besar kemampuan mengembang granula pati maka viskositas pasta makin tinggi dan akhirnya akan menurun kembali setelah pecahnya granula pati.
Suspensi pati bila dipanaskan, granula-granula akan menggelembung karena meyerap air dan selanjutnya mengalami gelatinisasi dan mengakibatkan terbentuknya pasta yang di tandai dengan kenaikan viksositas pasta. Kenaikan viskositas ini di sebabkan oleh terjadinya penggelembungan granula pati khususnya amilosa. Proses ini berlanjut terus hingga viskositas puncak pasta tercapai, kemudian viskositas menurun akibat gaya ikatan granula-granula pati yang telah mengembang dan tergelatinisasi menjadi berkurang oleh pemanasan yang tinggi dan pengadukan yang keras. Selain itu struktur granula pati juga pecah sehingga menyebabkan penurunan viskositas pasta serta stabilitas viskositas pasta rendah. Pati ganyong yang termodifikasi dengan perlakuan 3.4 dan 5 siklus pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang mengalami penurunan nilai viskositas puncak.
Setelah mencapai viskositas maksimum, jika proses pemanasan dalam RVA di lanjutkan pada suhu yang lebih tinggi granula pati menjadi lebih rapuh, pecah dan terpotong-potong membentuk polimer, agregat serta viskositasnya menurun akibat terjadinya amylose leaching. Penurunan tersebut terjadi pada pemanasan suhu suspensi 95 derajat celcius yang di pertahankan selama 10 menit. Nilai penuruna viskositas yang terjadi dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95 derajat celcius selama 10 menit disebut dengan breakdown viscosity.
Breakdown atau penurunan viskositas selama pemanasan menunjukan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas. Pati ganyong termodifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang mengalami penurunan nilai breakdown dari tiap siklusnya. Menurut Beta dan Corke (2001) dan Panikulata (2008) breakdown viscosity berhubungan dengan kstabilan pasta pati selama proses pemanasan. Breakdown viscosity merupakan ukuran kemudahan pati yang di masak untuk mengalami disintegrasi. Besarnya breakdown viscosity menunjukan bahwa granula-granula tepung yang telah membengkak secara keselurahan bersifat rapuh dan tidak tahan terhadap proses pemansan. Semakin rendah breakdown viscosity maka pati semakin stabil pada kondisi panas dan diberikan gaya mekanis (shear).
Menurut Hoover et al. (1993) dalam pukkahuta et al. (2007) bahwa penurunan viskositas puncak dan viskositas breakdown di duga karena meningkatnya keteraturan matrik kristalin dan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang menurunkan kapasitas pembengkakan granula dan memperbaiki stabilitas pasta selama pemanasan. Nilai kenaikan viskositas ketika pasta pati didinginkan di sebut setback viscosity. Nilai setback viscosity di peroleh dengan menghitung selisih antara viskositas pasta dingin dengan viskositas pasta panas. Kenaikan viskositas pati yang terjadi disebabkan oleh retrogradasi pati, yaitu bergabungnya rantai molekul amilosa yang berdekatan melalui ikatan hidrogen intermolkuler. Beta et al (2001) menyatakan bahwa setback viscosity merupakan ukuran dari rekristalisasi pati tergelatinisasi selama pendinginan. Laju kristalisasi tergantung dari beberapa variabel yaitu rasio amilosa dan amilopektin suhu, konsentrasi pati, dan keberadaan dari bahan organik dan anorganik.
Semakin tinggi nilai setback maka menunjukan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membentuk gel (meningkatkan viskositas) lama pendinginan. Tingginya nilai setback menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadinya retrogradasi. Hal tersebut di dasarkan pada pengertian retrogradasi yaitu terbentuknya jaringan mikrokristal dari molekul-molekul amilosa yang berikatan kembali satu sama lain atau dengan percabangan amilopektin di luar granula setelah pasta didinginkan. Pati ganyong termodifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang memiliki nilai setback yang lebih rendah dibandingkan dengan pati ganyong alami.