Minyak atsiri yang di hasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas ekspor non migas yang di butuhkan di berbagai industri seperti dalam industri parfume, kosmetika, farmasi, serta industri makanan dan minuman. Dalam dunia perdagangan komoditas ini di pandang memiliki peran strategis dalam menghasilkan produk primer maupun produk sekunder baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor.
Setiap tahun konsumsi minyak atsiri dunia turunnya naik sekitar 8-10% hal ini tidak hanya terjadi di indonesia sebagai salah satu penghasil minyak atsiri dunia, tetapi berlaku pula di negara-negara penghasil minyak atsiri lain seperti india, thailand dan haiti. Pemicu kenaikan konsumsi minyak atsiri ini antara lain karena meningkatnya kebutuhan minyak atsiri untuk industri parfume, kosmetik, dan kesehatan. Selain itu kecenderungan konsumen (masyarakat) untuk berpindah dari pola mengonsumsi bahan-bahan mengandung senyawa sintetik kebahan alami turut berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan minyak atsiri.
Saat ini di kembangkan jenis-jenis minyak atsiri baru dengan harga yang relatif mahal seperti minyak yang di hasilkan dari bunga-bungaan. Minyak mawar yang di hasilkan dari bungan mawar Damascus mencapai Rp.140.000.000/kg. sementara minyak dari terna, baik daun, ranting dan biji di hargai ratusan ribu rupiah per kilo gramnya. Selain itu minyak atsiri yang dihasilkan dari jenis bunga seperti bunga mawar (Rosa centifolia) dan melati (Jasminum sambac) memiliki harga jual Rp.20.000.000 /kg. dan Rp.90.000.0000 /kg. Harga jual ini lebih tinggi dibanding dengan minyak yang di hasilkan dari daun sirih Rp.1.500.000 /kg. ataupun minyak yang di hasilkan dari kayu manis Rp.600.000 /kg.
Bunga-bungaan yang dapat menghasilkan minyak atsiri yang dikenal adalah minyak dari bungan melat, mawar, lavender, sedap malam, dan kenanga. Jenis tanaman ataupun bunga lainnya yang berpotensi untuk menghasilkan minyak atsiri masih banyak. Di perkirakan terdapat 160-200 jenis tanaman aromatik yang berpotensi untuk di buat minyak atsirinya. Di indonesia banyak sekali jenis tanaman yang mengandung minyak atsiri tetapi banyak pula yang belum di manfaatkan salah satu tanaman bunga yang berpotensi menghasilkan minyak atsiri adalah bunga kamboja (Plumeria sp.).
Pengambilan minyak atsiri yang terkandung dalam bunga seperti bunga kanboja tidak bisa dilakukan dengan cara penyulingan seperti halnya pada cengkeh, nilam ataupun akar wangi. Hal ini di sebabkan oleh penyulingan dengan uap ari atau air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen minyak karena proses hidrolisis, polimerisasi, dan resinifikasi. Komponen yang ber titik didih tinggi khususnya yang larut dalam air tidak dapat di angkut oleh uap air sehingga rendemen minyak dan mutu yang di hasilkan lebih rendah.
Selain itu dengan proses hidrodestilasi umumnya tidak menghasilkan minyak bunga atau kalaupun terekstrak menghasilkan rendemen yang sangat rendah sehingga kurang baik digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka bunga kamboja harus di proses dengan metode lain untuk menghasilkan minyak atsirinya atau minyak kamboja. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk bunga kamboja adalah metode ekstraksi, baik ekstraksi dengan menggunakan pelarut menguap (solvent) ekstraksi dengan lemak panas atau lebih di kenal dengan istilah maserasi, maupun ekstraksi dengan lemak dingin atau dikenal dengan istilah enfleurasi.
Metode enfleurasi paling cocok untuk di terapkan pada proses ekstraksi minyak yang berasal dari bunga-bungaan karena minyak bunga yang di hasilkan memiliki rendemen yang lebih tinggi di banding solvent. Dengan enfleurasi minyak yang di hasilkan memiliki aroma yang lebih kuat dan warna yang jernih. Selain itu kegiatan bunga dalam memproduksi minyak akan terhenti dan mati jika terkena panas, kontak atau terendam dalam pelarut organik.
Dengan demikian pelarutnya hanya dapat mengekstraksi minyak yang terdapat dalam sel bunga yang terbentuk pada saat bunga tersebut kontak dengan pelarut, sedangkan minyak atsiri yang terbentuk sebelumnya sebagian besar telah menguap. Untuk itu ekstraksi dengan menggunakan pelarut menguap menghasilkan rendemen minyak yang rendah. Rendemen minyak bunga kamboja yang di peroleh dari beberapa metode ekstraksi, metode enfleurasi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari metode solvent (petroleum eter) yaitu sebesar 0,396% untuk enfleurasi dan 0,351% untuk solvent.
Sementara itu metode maserasi menghasilkan rendemen sebesar 12,240% tetapi tinggi nya rendemen ini di khawatirkan karena adanya sejumlah resin yang ikut terekstrak pada saat pemanasan. Untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi dan bermutu baik proses fisiologi dalam bunga selama proses ekstraksi berlangsung perlu di jaga agar tetap berlangsung dalam waktu selama mungkin sehingga bunga tetap dapat memproduksi minyak atsiri. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi minyak bunga menggunakan bantuan lemak (enfleurasi).
Dalam proses pengolahan minyak atsiri ada beberapa faktor penting penentu tingginya rendemen dan mutu minyak yaitu kualitas dari minyak atsiri hasil ekstraksi di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain iklim, musim dan kondisi geografis, waktu panen, dan teknik ekstraksi yang digunakan serta kualitas minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya.
Guenther dkk, menyebutkan bahwa mutu minyak pada proses enfleurasi terutama tergantung pada perbandingan antara berat bunga dan berat lemak yang digunakan. Hal ini menunjukan bahwa jumlah imbangan bunga terhadap lemak sangat berpengaruh terutama pada mutu minyak yang di hasilkan. Jumlah imbangan bunga ini akan bebeda untuk setiap jenis bunga, seperti untuk bunga melati dalam 1 kg lemak sebaiknya ditambah 2-3kg bunga untuk seluruh periode enfleurasi. Hingga saat ini imformasi mengenai jumlah imbangan bunga yang terbaik untuk bunga kamboja belum tersedia. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jumlah imbangan bunga kamboja agar dapat meningkatkan rendemen dan mutu minyak astiri yang di hasilkan.
0 comments:
Post a Comment