Pati ganyong alami memiliki kelemahan diantaranya adalah tidak tahan panas, tidak tahan gesekan dan pengadukan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam serta mudah mengalami sinersis. Solusi untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti di jelaskan sebelumnya, adalah dengan cara modifikasi pati sehingga dapat memperluas penggunanya dalam proses pengolahan pangan sesuai dengan karakteristik yang di inginkan. Pati termodifikasi adalah pati yang di beri perlakuan tertentu untuk menghasilkan sifat yang lebih baik, memperbaiki atau mengubah beberapa sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat pengoksidasi bahan lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul.
Teknik modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik kimia maupun secara enzimatis. Teknik modifikasi yang di pilih adalah modifikasi pati secara fisik dikarenakan perlakuan fisik cenderung lebih aman. Salah satu contoh teknik modifikasi secara fisik adalah modifikasi pati dengan teknik siklus modifikasi (Perlakuan pemanasan, suhu tinggi dan pendinginan secara berulang). Beberapa penelitian terdahulu mengenai pembuatan pati modifikasi dengan perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang berulang menggunakan suspensi pati dalam air sebesar 20% (b/b) dengan suhu autoclave 121 derajat celcius selama 15 menit dan suhu pendinginan 4 derajat celcius (Leong et al. 2007; Lehman et al, 2002;Suriani dan Pratiwi, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian diatas modifikasi menggunakan perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang menghasilkan pati resisten III namun belum di ketahui bagaimanan sifat fungsional dan amilografi dari pati tersebut sehingga belum dapat diketahui produk apa yang dapat dibuat atau cocok dengan pati resisten III. Oleh karena itu penulis disini akan megkaji sifat fungsional dan amilografi dari pati ganyong yang termodifikasi dengan perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang berulang dan membandingkannya dengan pati ganyong alami.
Teknik siklus modifikasi merupakan modifikasi pati melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan secara berulang. Dimana 1 siklus modifikasi yakni perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang dilakukan satu kali sedangkan 2 siklus modifikasi yakni perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang dilakukan sebanyak dua kali begitupun 3,4 dan 5 siklus modifikasi yakni perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang dilakukan sebanyak 3,4 dan 5 kali. Pembuatan pati ganyong alami mengacu terhadap Richana dan Sunarti (2003). Hasil pengamatan tersebutj di peroleh karakteristik sifat fungsional kapasitas penyerapan air sebesar 1,90 g/g, swelling volume sebesar 7,86 ml/g, dan kelarutan sebesar 15,73% , freeze thaw stability (sineresis) sebesar 92,63%, dan juga sifat amilografi pati umbi ganyong alami diantaranya viskositas puncak sebesar 8000 cP, viskositas breakdown sebesar 3055 cP, dan viskositas setback sebesar 956 cP.
Tahap kedua adalah pembuatan pati ganyong dengan berbagai siklus melalui pemanasan suhu tinggi dan pedinginan berulang. Beberapa penelitian terdahulu yaitu abdillah (2010), terjadi peningkatan kadar pati resisten pada pisang tanduk melalui pemanasan suhu tingggi dan pendinginan berulang sebanyak 2 siklus. Studi yang dilakukan Pratiwi (2008), peningkatan kadar pati resisten pada umbi garut melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang sebanyak 3 dan 5 siklus. Faridah (2011), melaporkan pati garut yang dimodifikasi melalui autoclaving-cooling sebanyak 3 dan 5 siklus dengan waktu pemanasan 15 menit menghasilkan peningkatan kadar pati resisten cukup tinggi yaitu 10,12% dan 12,15% .
Kadar pati resisten tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pati kentang (5,6%) dan ubi jalar (5,4%) dengan perlakuan autoclaving-cooling sebanyak 5 siklus dengan waktu pemanasan 60 menit. Berdasarkan dari hasil penelitian di atas maka pada tahap pendahuluan kedua jumlah siklus yang digunakan yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 siklus. Prosedur pembuatan pati ganyong termodifikasi yang mengacu terhadap Lehmann et al. (2002), meliputi suspensi dalam air (20% w/v), pemanasan hingga mengental, pemanasan suhu tinggi (autoklaf) pada suhu 121 derajat celcius selama 15 menit.
Setelah itu penyimpanan pada suhu ruang selama 1 jam pendinginan pada suhu 4 derajat celcius selama 24 jam. Perlakuan pemanasan pada suhu tinggi dan pendinginan dilakukan secara berulang ( 1, 2, 3, 4, dan 5 siklus) untuk meningkatkan jumlah pati yang teretrogradasi. Setelah modifikasi pemanasan dan pendinginan berulang dari tiap siklusnya dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50 derajat celcius selama 24 jam, penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 80 mesh.
Tahap ketiga adalah menentukan jumlah situs modifikasi berdasarkan sifat amilografi dari pati ganyong termodifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang. Pati ganyong modifikasi dengan cara di atas di analisis sifat amilografinya diantaranya adalah viskositas puncak, breakdown dan setback. Dari hasil analisis sifat amilografi dapat dilihat pati alami ganyong, pati modifikasi dengan siklus 1 dan 2 nilai viskositas puncaknya tetap yakni 8000 cP namun pada 3,4 dan 5 siklus terjadi penurunan nilai viskositas puncak yang artinya waktu pemanasan akan lebih cepat dalam proses pengolahan.
Nilai breakdown pada pati alami ganyong lebih tinggi dibandingkan dengan pati modifikasi dan semakin banyak siklus modifikasi maka nilai breakdownnya pun menurun artinya pati modifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang semakin stabil terhadap kondisi panas dan diberikan gaya mekanis (shear) di bandingkan dengan pati alami ganyong. Sedangkan nilai setback pati alami ganyong modifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami yang menunjukan semakin tinggi kecenderungan untuk membentuk gel dan menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadi retrogradasi.
Peningkatan kandungan pati resisten III dapat dilakukan melalui pemansan dan pendinginan secara berulang, sehingga semakin banyak siklus maka nilai pati resisten semakin tinggi. Pada pembuatan pati jagung nilai pati resisten meningkat dari 10.2% menjadi 25.5% setelah dilakukan modifikasi pati melalui pemanasan dan pendinginan secara berulang (Milasinovic et al. 2009)
Jadi pernyataan nya adalah bahwa modifikasi pati melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang terhadap menetapkan karakterisasi....
Teknik modifikasi pati dapat dilakukan secara fisik kimia maupun secara enzimatis. Teknik modifikasi yang di pilih adalah modifikasi pati secara fisik dikarenakan perlakuan fisik cenderung lebih aman. Salah satu contoh teknik modifikasi secara fisik adalah modifikasi pati dengan teknik siklus modifikasi (Perlakuan pemanasan, suhu tinggi dan pendinginan secara berulang). Beberapa penelitian terdahulu mengenai pembuatan pati modifikasi dengan perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang berulang menggunakan suspensi pati dalam air sebesar 20% (b/b) dengan suhu autoclave 121 derajat celcius selama 15 menit dan suhu pendinginan 4 derajat celcius (Leong et al. 2007; Lehman et al, 2002;Suriani dan Pratiwi, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian diatas modifikasi menggunakan perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang menghasilkan pati resisten III namun belum di ketahui bagaimanan sifat fungsional dan amilografi dari pati tersebut sehingga belum dapat diketahui produk apa yang dapat dibuat atau cocok dengan pati resisten III. Oleh karena itu penulis disini akan megkaji sifat fungsional dan amilografi dari pati ganyong yang termodifikasi dengan perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang berulang dan membandingkannya dengan pati ganyong alami.
Teknik siklus modifikasi merupakan modifikasi pati melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan secara berulang. Dimana 1 siklus modifikasi yakni perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang dilakukan satu kali sedangkan 2 siklus modifikasi yakni perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang dilakukan sebanyak dua kali begitupun 3,4 dan 5 siklus modifikasi yakni perlakuan pemanasan suhu tinggi dan pendinginan yang dilakukan sebanyak 3,4 dan 5 kali. Pembuatan pati ganyong alami mengacu terhadap Richana dan Sunarti (2003). Hasil pengamatan tersebutj di peroleh karakteristik sifat fungsional kapasitas penyerapan air sebesar 1,90 g/g, swelling volume sebesar 7,86 ml/g, dan kelarutan sebesar 15,73% , freeze thaw stability (sineresis) sebesar 92,63%, dan juga sifat amilografi pati umbi ganyong alami diantaranya viskositas puncak sebesar 8000 cP, viskositas breakdown sebesar 3055 cP, dan viskositas setback sebesar 956 cP.
Tahap kedua adalah pembuatan pati ganyong dengan berbagai siklus melalui pemanasan suhu tinggi dan pedinginan berulang. Beberapa penelitian terdahulu yaitu abdillah (2010), terjadi peningkatan kadar pati resisten pada pisang tanduk melalui pemanasan suhu tingggi dan pendinginan berulang sebanyak 2 siklus. Studi yang dilakukan Pratiwi (2008), peningkatan kadar pati resisten pada umbi garut melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang sebanyak 3 dan 5 siklus. Faridah (2011), melaporkan pati garut yang dimodifikasi melalui autoclaving-cooling sebanyak 3 dan 5 siklus dengan waktu pemanasan 15 menit menghasilkan peningkatan kadar pati resisten cukup tinggi yaitu 10,12% dan 12,15% .
Kadar pati resisten tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pati kentang (5,6%) dan ubi jalar (5,4%) dengan perlakuan autoclaving-cooling sebanyak 5 siklus dengan waktu pemanasan 60 menit. Berdasarkan dari hasil penelitian di atas maka pada tahap pendahuluan kedua jumlah siklus yang digunakan yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 siklus. Prosedur pembuatan pati ganyong termodifikasi yang mengacu terhadap Lehmann et al. (2002), meliputi suspensi dalam air (20% w/v), pemanasan hingga mengental, pemanasan suhu tinggi (autoklaf) pada suhu 121 derajat celcius selama 15 menit.
Setelah itu penyimpanan pada suhu ruang selama 1 jam pendinginan pada suhu 4 derajat celcius selama 24 jam. Perlakuan pemanasan pada suhu tinggi dan pendinginan dilakukan secara berulang ( 1, 2, 3, 4, dan 5 siklus) untuk meningkatkan jumlah pati yang teretrogradasi. Setelah modifikasi pemanasan dan pendinginan berulang dari tiap siklusnya dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50 derajat celcius selama 24 jam, penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 80 mesh.
Tahap ketiga adalah menentukan jumlah situs modifikasi berdasarkan sifat amilografi dari pati ganyong termodifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang. Pati ganyong modifikasi dengan cara di atas di analisis sifat amilografinya diantaranya adalah viskositas puncak, breakdown dan setback. Dari hasil analisis sifat amilografi dapat dilihat pati alami ganyong, pati modifikasi dengan siklus 1 dan 2 nilai viskositas puncaknya tetap yakni 8000 cP namun pada 3,4 dan 5 siklus terjadi penurunan nilai viskositas puncak yang artinya waktu pemanasan akan lebih cepat dalam proses pengolahan.
Nilai breakdown pada pati alami ganyong lebih tinggi dibandingkan dengan pati modifikasi dan semakin banyak siklus modifikasi maka nilai breakdownnya pun menurun artinya pati modifikasi melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang semakin stabil terhadap kondisi panas dan diberikan gaya mekanis (shear) di bandingkan dengan pati alami ganyong. Sedangkan nilai setback pati alami ganyong modifikasi lebih tinggi dibandingkan dengan pati alami yang menunjukan semakin tinggi kecenderungan untuk membentuk gel dan menandakan tingginya kecenderungan untuk terjadi retrogradasi.
Peningkatan kandungan pati resisten III dapat dilakukan melalui pemansan dan pendinginan secara berulang, sehingga semakin banyak siklus maka nilai pati resisten semakin tinggi. Pada pembuatan pati jagung nilai pati resisten meningkat dari 10.2% menjadi 25.5% setelah dilakukan modifikasi pati melalui pemanasan dan pendinginan secara berulang (Milasinovic et al. 2009)
Jadi pernyataan nya adalah bahwa modifikasi pati melalui pemanasan suhu tinggi dan pendinginan berulang terhadap menetapkan karakterisasi....